Tiba Di Tenang Yang Kita Ciptakan (Pre Order)
Orang bilang, cinta sejati itu datang tanpa rencana. Tapi bagiku, cinta itu datang setelah banyak kesalahan dan satu kali keberanian untuk bertahan.Aku dulu berpikir, menikah itu soal cinta yang manis, yang hangat, yang bikin deg-degan tiap kali bertatap mata. Tapi ternyata, menikah jauh lebih rumit daripada sekadar “aku cinta kamu.” Menikah itu soal bertahan. Bertahan sabar, bertahan waras, bahkan bertahan nyuci piring tengah malam cuma karena istri lagi ngambek dan bilang, “Mas, air sabun lebih dingin dari hatimu.” Tapi anehnya, di tengah semua ribut kecil itu, aku justru belajar bahwa rumah bukan tempat yang megah, tapi hati yang saling pulang meski lelah. Sabar itu bukan nunggu tanpa batas, tapi percaya bahwa waktu Allah selalu pas. Mungkin inilah kisahnya. Kisah dua jiwa yang sederhana. Yang jatuh cinta di antara tawa dan doa. Yang menunggu empat tahun lamanya, hanya untuk belajar arti sabar dan percaya. Yang akhirnya paham, bahagia tak perlu megah, cukup saling pulang meski lelah, cukup saling genggam meski arah tak selalu indah.
Sebab cinta sejati itu bukan tentang siapa yang datang paling cepat, tapi siapa yang tetap bertahan bahkan ketika waktu terasa paling lambat.
Tiba di Tenang yang Kita Ciptakan
Sebuah perjalanan cinta, sabar, dan keluarga.
Buku untuk siapa saja yang sedang berusaha pulang pada diri sendiri atau pada seseorang.
Sudah tersedia. Jangan lupa simpan & bagikan ke orang yang kamu sayangi.
Penasaran dengan isi lengkapnya?
Dapatkan segera. Tapi, siapa yang tetap bertahan, Bahkan ketika waktu terasa paling lambat.
Buku "TIBA DI TENANG YANG KITA CIPTAKAN" karya Kalam Terukir adalah kumpulan 20 kisah otentik yang merangkum pahit manisnya perjalanan pernikahan. Dengan bahasa yang jujur dan sentuhan humor, buku setebal 134 halaman ini menceritakan dinamika pasangan suami istri (narator dan Zain) yang memulai rumah tangga dari nol, di mana kunci kebahagiaan bukanlah sekadar cinta, melainkan kesabaran, kewarasan, dan kemauan untuk "bertahan" di tengah kerumitan sehari-hari. Berbagai tantangan dihadapi, mulai dari kesulitan finansial, perdebatan kecil sehari-hari—termasuk kebiasaan belanja online—penantian empat tahun untuk kehadiran buah hati, hingga perjuangan mendidik anak dan akhirnya membangun rumah impian mereka yang sederhana. Pada akhirnya, buku ini memberikan pesan mendalam bahwa ketenangan dan kebahagiaan sejati tidak perlu dicari dalam kemegahan, melainkan ditemukan dalam hal-hal sederhana: saling pulang meski lelah, saling menambal kekurangan, dan percaya bahwa waktu Allah selalu tepat, membiarkan tawa, doa, dan cinta merapikan setiap kekurangan.
Diskusi